Naskah: BRINDA Gill.
Fern: SATYAJIT S. GILL
Sepanjang Laut Arab, terbentanglah negara bagian Goa, sebuah daerah tropis yang didominasi oleh warna-warna biru dan hijau yang membujur sepanjang lebih dari seratus kilometer panorama lautnya. Meskipun Goa lebih terkesan sebagai sebuah kota, dia sebenarnya adalah sebuah negara bagian dengan banyak kota-kota kecil dan desa-desa. Ditengah-tengah rimbunan nan pohonpohon kelapa, sawah-sawah yang suhur dan gugusan rumah-rumah bergenteng merah dan gereja-gereja bercat putih membentang jalan-jalan yang licin dan lebar. Sungaisungainya yang tenang, bukit-bukitnya yang hijau dan pantai-pantainya yang indah dan lautnya yang biru menambah indahnya pemandangan dan syahdunya suasana.
Meskipun sejarah Goa bermula dari abad ketiga S.M., seni arsitektur dan kebudayaannya sebagian besar berasal sejak Portugis mulai menguasai daerah tersebut, suatu era yang dimulai dengan jatuhnya pelabuhan Goa ketangan Alfonso de Albuquerque pada tahun 1510 M. Sebagai pelaut-pelaut tangguh, orangorang Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menjelajabi rute laut ke arah India. Mereka tiba di pantai barat India sebagai kaum pedagang, penakluk dan penginjil. Dan kemenangan Albuquerque di Goa dirayakan dengan pembangunan dua buah gereja, satu dipersembahkan kepada “Our Lady of the Rosary†dan yang satu lagi kepada “Our lady of the Mountâ€.
Albuquerque segera membangun sebuah komplek pemukiman di repi sungai Mandovi, dan pada tahuntahun berikutnya kekuasaan Portugis atas daerah tersebut semakin melebar. Armada demi armada singgah di Goa dan lama-kelamaan para pelaut tersebut mengubah Portugal, sebuah negeri kecil nun jauh disana, menjadi sebuah kekuatan dunia yang menguasi kotakota pelabuhan di pantai barat India. Dan kota-kota ini dikirimlah kapal-kapal niaga ke kawasan India timur, yang kemudian tumbuh menjadi jaringan perdagangan yang sangat menguntungkan yang meliputi wilayah pantai Asia. Karena dibantu oleh perdagangan yang sangat menguntungkan, Goa tumbuh menjadi sebuab kota yang sangat mengesankan. Gereja-gereja, seminari-seminari dan biara-biara, sebagai pencerminan dari undangundang yang diluluskan sekitar tahun 1540 yang mengizinkan masyarakat menganut agama Katolik Roma dan menjadi para pendeta dalam jumlah yang signifikan — disamping rumahrumah gedung para pejabat Portugis, menjadi bagian dan lanskap Goa yang indah dan damai.
Dengan demikian maka tumbuhlah Goa menjadi sebuah ibu kota politik dan agama Kristen dari semua daerah jajahan Portugis di Asia, sehingga kota ini dinamai sebagai “Rome of the Orient†atau Roma di Timur. Bahkan sampai sekarang pun, lebih dari empat pulub tahun setelah Portugis meninggalkan Goa pada tahun 1961 dan dia menjadi bagian dari wilayah India, kehadiran Portugis selama 450 tahun di Goa tersebut masih terlihat dari gaya bangunan gereja-gereja dan rumahrumahnya. Karena gereja-gerejanya umumnya terbuat dari batu-batu latent merah yang ditambang secara lokal, yang tidak cukup kuat untuk menahan gempuran hujan, batu-batu tersebut harus dilindungi dengan plasteran kapur. Dengan demikian, imej gereja-gereja berwarna putih ditengah-tengah lingkungan yang hijau dan asri tersebut, seperti Gereja Mae de Deus atau Gereja Mother of God, di Saligao, tampak indah dan khas Goa.
Tidak jauh dari Panji, ibu kota Goa, terdapat Goa Tua (Old Goa), tetapi jika anda ingin kembali ke Panaji tepat waktu sebaiknya anda naik perahu melalui sungai Mandovi seperti dilakukan oleh orang-orang Portugis ratusan tahun lalu. Dan dengan menempuh sebuah jalan tiga jalur, anda bakal sampai di Viceroy’s Arch, sebuah portal yang dihiasi dengan patung Vasco da Gama, pelaut pemberani yang mempelopori jalan laut ke India pada tahun 1498. Dan tidak jauh dari sini, ditengahtengah pepohonan yang rimbun, berdiri Gereja St. Cajetan, yang desain menara dan kubahnya rnenyerupai desain Gereja St. Peter di Roma. Gereja ini dibangun pada abad ke- 17 oleh biarawan-biarawan Italia, yang menetap di Goa pada tahun 1640. Di dalam interiornya yang hening, dengan disinari cahaya lampu yang lembut, terdapat altar utamanya yang dipersembahkan kepada Our lady of Divine Providence atau Bunda Maria, sehuah karya seni yang indah dan dilapisi emas. Gereja ini mempunyai enam altar, disamping altar utamanya, sebuah mimbar dekoratif terbuat dari kayu yang menjorok dari sebuah pilar, dihiasi dengan lukisanlukisan dan gambar-gambar yang melukiskan kehidupan sang Santo. Bentuk-bentuk seperti itu digunakan juga dalam gereja-gereja Goa lainnya, dimana kayu dan daun emas dibentuk menjadi hiasan-hiasan lembut yang menggambarkan suatu kepercayaan dan ketrampilan para seniman lokal, sebuah ekspresi yang kemudian dikenal sebagai sehuah karya seni India—Portugis.
Dekat Gereja St. Cajetan, dalam sebuah alun-alun yang sangat luas, berdiri Se Cathedral, Gereja St. Francis dan Assisi dan Basilica of Bom Jesus, yang keduanya kini rnerupakan World Heritage Monuments atau MonumenMonumen Warisan Dunia sebagairnana telah ditetapkan oleh UNESCO. Sc Cathedral, gereja terbesar di Old Goa yang pernbangunannya memakan waktu beberapa dasawarsa sejak 1562, berdiri dengan megahnya meskipun salah satu rnenaranya hancur oleh petir pada tahun 1776, dan “Lonceng Keemasan (Golden Bell) -nya yang rnasih rnengeluarkan bunyi yang menggelegar . Bagian depan nya yang tampak sederhana bertentangan sekali dengan interiornya yang luas dan kaya dekorasi, altar utarnanya yang indah dan penuh dekorasi yang dipersembahkan kepada St. Catherine dari Alexandria dan kapelkapel yang kaya dengan hiasanhiasan. Di salah satu kapel-kapel ini tersirnpan Cross of the Miracles atau Salib Ajaib.
Tidak jauh dari Se Cathedral berdiri Gereja St. Assisi yang dibangun pada tahun 1661, di situs dimana biarawan-biarawan Francisca rnernbangun sebuah gereja pada tahun 1521. Dalarn Gereja Sr. Assisi terdapat patung-patung Yesus dan St. Francis dari Assisi, yang dibawahnya tertulis ketiga sumpah sang Santo kemiskinan, kesederhanaan dan ketaatan, disamping altar utarna terdapat lukisan—lukisan yang menggambarkan kehidupan sang Santo. Disamping gereja tersebut terdapat sebuah museum arkeologi, yang memamerkan sejarah Goa mulai dari zaman pra-sejarah, penggalian barang—barang antik dari zarnan pra-Portugis, sampai kepada artefak-artefak yang berasal dari zaman kekuasaan Portugis atas Goa dan lukisan-lukisan potret GubernurGubernur Portugis.
Diseberang alun-alun berdiri Basilica of Born Jesus yang ditahbiskan pada tahun 1605. Gereja ini merupakan satu dari gereja-gereja paling suci untuk orang-orang KatolikKatolik, di mana tersimpan sisa-sisa jenazah St. Francis Xavier yang di tempatkan dalam sebuah peti cantik terbuat dari perak yang dikerjakan oleh para pengrajin setempat. Peti itu sendiri ditempatkan di sebuah mausoleum, yang dihadiahkan oleh Duke of Tuscany dan dibuat oleh seorang pemahat dari Florentine, Giovanni Batista Foggini, dan dibawa ke Goa dari Italia pada tahun 1698. Ada periode-periode tertentu dimana jenazah St. Xavier dipertunjukkan kepada publik, pertunjukan pertama pada tahun 1782 sedangkan yang terakhir pada bulan Nopember 1994 Januari 1995, yang disaksikan oleh sekitar satu juta orang dari India dan luar negeri.
Dengan gaya arsitekturnya, Goa Tua (Old Goa) tumbuh semakin luas dan cantik, yang bisa dipersamakan dengan Lisabon. “Quem vie Goa, dispensa de vet Lisboa†— siapa yang telah melihat Goa, tidak perlu mengunjungi Lisabon kata sebuah pemeo; tetapi akibat wabah penyakit yang melanda Goa pada tahun
1635 membuat semangatnya hancur berantakan. Ribuan orang meninggal dunia dan yang masih hidup melarikan diri ke Selatan dimana rnereka mendirikan sebuah kota baru di Panji yang bahkan sampai sekarang tetap menjadi ibu kota Goa. Sebagai sebuah kota yang indah, dengan jalan-jalan raya yang lebar dan rumah – rumah tua, Panji mernpunyai sebuah pusat kota, yakni the Church of Immaculate Conception yang berdiri diatas sebuah tempat yang tinggi. Dua menara kembarnya yang tinggi serta bagian depan gereja tersebut sebagaimana terlihat dari sungai mengingatkan orang kepada rumah untuk para pelaut yang berhasil mencapai pantai Goa setelah berbulan-bulan berlayar dari Portugal.
Meskipun bangsa Portugis meninggalkan Goa empat dasawarsa yang lalu, namun gereja-gereja mereka, yang di rancang oleh para arsitek dari Barat dan dihiasi oleh para senirnan setempat, masib tetap bercerita tentang kehadiran dan ketaatan mereka kepada agarna. Di dalam gereja-gereja ini, sebagaimana halnya dengan Gereja St. Francis dari Assisi, kita bisa melihat kuburan-kuburan orang-orang Portugis, yang meninggal di sebuah negeri yang sangat jauh dari kampung halaman mereka.
Penulis adalah seorang penulis terkenal.
Source : India Perspective